Kiat Menghafal Al Qur’an


Sungguh menghafal Al Qur’an memiliki keutamaan yang luar biasa. Lembaran ini
berisi uraian singkat mengenai keutamaan menghafal Al Qur’an dan kiat utama
untuk menghafalkannya. Moga semakin menyemangati para remaja muslim sekalian.
Keutamaan Penghafal Al Qur’an
Orang yang menghafal Al Qur’an akan mudah mendapatkan syafa’at di hari
kiamat kelak. Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti
sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya.” (HR. Muslim no.
1910)
Di akhirat, hafalannya akan menolong dirinya untuk menggapai derajat mulia.
Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Dikatakan kepada orang yang
membaca (menghafalkan) Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah
sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir
ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no.
2914, shahih kata Syaikh Al Albani). Yang dimaksudkan dengan ‘membaca’ dalam
hadits ini adalah menghafalkan Al Qur’an. Perhatikanlah perkataan Syaikh Al
Albani berikut dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2440:
“Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan shohibul qur’an (orang yang
membaca Al Qur’an) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati
sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling
menghafal Kitabullah (Al Qur’an).’
Kedudukan yang bertingkat-tingkat di surga nanti tergantung dari banyaknya
hafalan seseorang di dunia dan bukan tergantung pada banyak bacaannya saat ini,
sebagaimana hal ini banyak disalahpahami banyak orang. Inilah keutamaan yang
nampak bagi seorang yang menghafalkan Al Qur’an, namun dengan syarat hal ini
dilakukan untuk mengharap wajah Allah semata dan bukan untuk mengharapkan
dunia, dirham dan dinar. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda,
“Kebanyakan orang munafik di
tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat
yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh
Syu’aib Al Arnauth).” [Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna
yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir,
2: 102 (Asy Syamilah)]
Tidakkah kita ingin mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah? Moga
dengan modal ikhlas dan menjauhi maksiat, kita dimudahkan untuk menghafalkan Al
Qur’an.
Modal Utama: Ikhlas dan Jauhi Maksiat
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal Al Qur’an untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala. Janganlah tujuan kita menghafal Al Qur’an untuk meraih
kedudukan di tengah-tengah manusiam, meraup keuntungan dunia, upah atau hadiah.
Ikhlas dan ikhlas-lah dalam menghafalnya. Karena ingatlah Allah tidak menerima
sedikit pun dari amalan yang tidak ikhlas, yang tercampur kesyirikan di
dalamnya. Allah tidak mau diduakan dalam ibadah, termasuk dalam menghafal
kalam-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
“Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan
(menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Kemudian, modal yang utama lagi bagi penghafal qur’an adalah ia harus
menjauhi maksiat. Maka ia tidak hobi mendengar musik, menjauhi pacaran dan
pantangan maksiat lainnya. Karena itu tentu saja akan mengganggu hafalannya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS.
Al Muthoffifin: 14) Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti
telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka
telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari
perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi,
maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak
tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At
Tafasir, 7: 442). Jika hati semakin kelam, maka akan sulit melakukan ketaatan,
sulit menghafal dan melekatkan Al Qur’an pada hati.
Imam Syafi’i berkata,
“Aku pernah mengadukan kepada
Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan
maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan
cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth
Tholibin, 2: 190). Ingat sekali lagi bahaya maksiat dan dosa bagi penghafal Al
Qur’an. Ini pantangan berat yang mesti dijauhi. Semoga dengan taufik Allah,
kita bisa menghindari maksiat dan berbagai macam dosa.
Rajin Mengulang Hafalan
Ini juga adalah modal yang amat utama. Bukanlah yang paling urgent, kita
rajin menambah hafalan. Yang lebih penting adalah mengulang dan terus mengulang
setiap hari. Oleh karena itu, para ulama memberi kiat agar kita bisa menambah
diikuti dengan mengulang (muroja’ah) hafalan. Karena jika kita hanya rajin
menambah, hafalan terdahulu bisa cepat hilang. Itulah jadi sebab mengapa para
penghafal Al Qur’an jadi putus di tengah jalan.
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Sesungguhnya orang yang
menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika diikat, unta itu
tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.”
(HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789).
Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan,
“Apabila orang yang menghafal Al
Qur’an membacanya di waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun
jika dia tidak melakukan demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no.
789)
Adapun cara menghafal Qur’an secara lebih detail akan kami tampilkan di
bahasan lainnya, insya Allah.
@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 23 Dzulhijjah 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
Label: Agama
0 komentar:
Posting Komentar